KUNINGAN – Setelah gempa bermagnitudo 4,9 mengguncang Bekasi, Jawa Barat, pada 20 Agustus 2025 lalu, perhatian publik kembali tertuju pada potensi gempa di wilayah lain, termasuk Kuningan yang berada di jalur Sesar Ciremai. Patahan aktif ini tercatat beberapa kali memicu gempa dangkal di kaki Gunung Ciremai.
Sesar Ciremai merupakan salah satu sesar aktif di Jawa Barat. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sesar ini memiliki magnitudo maksimum tertarget hingga 6,5 dengan laju pergeseran sekitar 0,1 milimeter per tahun.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam keterangan yang dikutip dari Antara, menjelaskan bahwa wilayah Gunung Ciremai dan sekitarnya memiliki catatan kegempaan panjang. Sejumlah gempa tektonik pernah tercatat pada tahun 1947, 1955, dan 1973, selain kejadian-kejadian dalam dua dekade terakhir.
Beberapa gempa yang diduga berasal dari aktivitas Sesar Ciremai antara lain:
- 8 Februari 2018, gempa M 3,1 terasa di beberapa wilayah Kuningan.
- 25 Juni 2019, gempa M 2,6 mengguncang wilayah timur Jawa Barat.
- 29 September 2019, gempa M 2,9 dirasakan di Cikijing, Kadugede, Sangkanurip, Kalimanggis, dan Bojong.
- 17 November 2020, gempa M 3,1 terjadi pukul 23.21 WIB dengan pusat gempa 8 kilometer barat laut Kuningan pada kedalaman 6 kilometer.
Gempa-gempa tersebut tergolong shallow crustal earthquake atau gempa kerak dangkal, yang biasanya terasa di permukaan meskipun magnitudonya kecil. Peta guncangan BMKG menunjukkan gempa di Kuningan umumnya berada pada skala intensitas I MMI, di mana hanya sebagian orang yang merasakannya dan benda-benda ringan bergoyang.
Hingga kini, tidak ada indikasi bahwa aktivitas Sesar Ciremai berdampak langsung pada status Gunung Ciremai, yang masih dalam kondisi normal menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Meski demikian, masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan mengikuti informasi resmi terkait aktivitas seismik di wilayahnya.(Red)

