KUNINGAN– Polemik tunjangan DPRD Kuningan sebesar Rp36,5 juta per bulan per anggota terus menuai kritik. Setelah mahasiswa Cipayung Plus mendesak penghapusan tunjangan rumah Rp22 juta dan transportasi Rp14,5 juta, kini giliran Ketua PCNU Kabupaten Kuningan, Dr. KH. Aminuddin, S.HI., MA, angkat bicara.
KH. Aminuddin menegaskan, meski NU tidak masuk dalam ranah teknis politik anggaran, namun sebagai kekuatan moral pihaknya tidak bisa menutup mata terhadap jeritan rakyat.
“NU hadir bukan untuk mengurusi teknis anggaran, tetapi untuk mengingatkan dengan suara moral. Apa yang disampaikan adik-adik mahasiswa adalah suara rakyat kecil yang patut dihargai. Kritik itu jangan diremehkan,” ujarnya, kemarin.
Menurutnya, tunjangan fantastis DPRD terasa melukai rasa keadilan sosial di tengah kondisi masyarakat yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
“Kalau rakyat masih harus memilih antara beli beras atau bayar listrik, sementara anggota dewan mendapat tunjangan rumah Rp22 juta plus kendaraan Rp14,5 juta setiap bulan, itu keadilan yang pincang. Kritik mahasiswa justru alarm nurani agar pemegang amanah tidak terlena,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pesan Rasulullah SAW bahwa pemimpin adalah pelayan umat, bukan yang dilayani. Kritik mahasiswa, katanya, harus dipandang sebagai vitamin untuk memperbaiki arah kebijakan, bukan dianggap racun.
“Kritik memang pahit, tapi seperti obat, justru menyembuhkan bila ditelan. NU berharap pemerintah maupun DPRD membuka hati dan telinga,” sambungnya.
Dengan perumpamaan sederhana, ia menyebut kondisi fiskal daerah ibarat kapal bocor. “Tidak pantas nakhoda meminta kamar VIP. Justru mereka harus turun menimba air bersama rakyat agar kapal tidak tenggelam,” ujarnya.
Di akhir keterangannya, PCNU Kuningan mengajak semua pihak mengedepankan empati sosial, bersikap sederhana, serta memprioritaskan belanja publik yang menyentuh kebutuhan rakyat.
“Itulah bentuk nyata cinta kepada Kuningan, agar keberkahan hadir dan rakyat merasa memiliki pemimpin yang peduli,” pungkasnya.

