KUNINGAN – Menjelang musim kemarau, warga Desa Benda, Kecamatan Luragung, kembali menggelar tradisi tahunan membendung Sungai Cisanggarung. Sejak pagi, puluhan warga bersama TNI dan Polri turun ke sungai, mengangkut batu-batu besar, menata bambu, dan membentuk barisan untuk mengalirkan air ke sawah. Suasana penuh semangat ini menjadi bukti kuatnya budaya gotong royong yang masih terjaga di tengah masyarakat.
Bendungan ini dibangun secara sederhana, hanya dengan tenaga manusia, batu, dan bambu yang diikat sedemikian rupa. Meski tanpa alat berat, metode ini terbukti mampu menahan aliran sungai dan menyalurkan air ke saluran irigasi. Air yang tertampung nantinya akan mengaliri sekitar 140 hektare sawah di desa tersebut.
Tradisi membendung sungai ini tidak hanya menjadi bagian dari upaya menjaga ketersediaan air, tetapi juga memperkuat ikatan sosial warga. Seluruh lapisan masyarakat terlibat—mulai dari petani, pemuda, hingga aparat desa, dibantu TNI dan Polri.
Danramil Luragung, Lettu Arh Fatkhu Azis melalui Peltu Hariyanto, menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar pekerjaan rutin, melainkan bukti sinergi antara aparat dan warga dalam menjaga sumber daya alam.
“Kami berharap dengan bendungan ini, kebutuhan air warga bisa tercukupi sehingga lahan pertanian tetap produktif. Ini bukti bahwa gotong royong masih menjadi kekuatan utama masyarakat kita,” ujarnya.
Warga setempat mengaku kegiatan ini selalu menjadi momen kebersamaan. Selain bekerja, mereka saling bercengkerama, makan bersama, dan bergotong royong tanpa pamrih. Bagi mereka, menjaga aliran air sama artinya menjaga kehidupan.
Dengan semangat yang terus diwariskan dari generasi ke generasi, tradisi membendung Sungai Cisanggarung di Desa Benda menjadi bukti nyata bahwa kearifan lokal masih hidup dan menjadi penopang keberlanjutan pertanian di tengah tantangan musim kemarau.

