KUNINGAN – Di tengah dominasi legislator senior dari kota-kota besar, nama Satria Rizky Utama mencuat sebagai salah satu tokoh muda yang berhasil menembus struktur nasional Dewan Pengurus Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI). Di usianya yang baru 26 tahun, anggota DPRD Kabupaten Kuningan ini dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hubungan Eksekutif ADKASI untuk periode 2025–2030.
Posisi strategis ini umumnya dihuni oleh ketua, wakil ketua DPRD, dan legislator berpengalaman dari berbagai provinsi. Namun, kehadiran Satria yang berasal dari daerah agraris di kaki Gunung Ciremai, menunjukkan bahwa suara dari daerah pinggiran juga memiliki daya saing di tingkat nasional.
“Saya datang bukan membawa nama besar, tapi membawa semangat dari daerah-daerah kecil yang selama ini hanya jadi penonton dalam pengambilan keputusan,” ujar Satria usai pelantikan nasional di Hotel Borobudur, Jakarta.
Ia mengaku sempat merasa minder berada di tengah politisi senior yang telah menjabat selama beberapa periode. Namun, kondisi itu justru menjadi pemicu semangatnya untuk belajar dan membuka jalan bagi generasi muda legislatif.
Menurutnya, generasi muda tak boleh hanya menjadi pelengkap di parlemen. “Kita harus jadi pelaku perubahan. Dan itu dimulai dari keberanian masuk ke ruang-ruang pengambilan keputusan,” tegasnya.
Satria membawa misi agar daerah-daerah non-metropolitan seperti Kuningan mendapat ruang bicara yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan nasional, pengembangan potensi lokal, maupun peran pemuda daerah.
“Kuningan bisa jadi contoh bahwa suara desa pun layak didengar di pusat,” ucapnya.
Menariknya, Satria tidak sendiri. Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, juga dipercaya masuk ke jajaran pengurus nasional ADKASI. Kolaborasi lintas generasi ini memperkuat posisi Kuningan dalam forum strategis nasional yang diikuti oleh lebih dari 500 kabupaten.

Dari seluruh anggota DPRD kabupaten, hanya sekitar 200 legislator yang terpilih menjadi pengurus nasional ADKASI. Artinya, kehadiran Satria bukan sekadar simbol kuota usia muda, melainkan hasil seleksi yang mempertimbangkan potensi dan kapabilitas.
Keterlibatan pemuda seperti Satria dalam struktur politik nasional memberi sinyal perubahan penting: anak muda dari daerah kini tak lagi sekadar objek politik, melainkan telah menjadi pelaku pembangunan yang diperhitungkan.
“Mudah-mudahan langkah kecil ini bisa membuka ruang yang lebih luas bagi anak muda dari seluruh pelosok Indonesia,” tutupnya.(Red)

