KUNINGAN – Seorang aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan berinisial LN melaporkan mantan suaminya, J, ke Polres Kuningan. Laporan itu dibuat setelah LN mengetahui alamat rumahnya dicatut sebagai alamat peminjam dalam pengajuan pinjaman bank senilai Rp300 juta.
Dalam Surat Tanda Bukti Lapor tertanggal 11 Oktober 2025, LN melaporkan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik. Ia mengaku baru menyadari adanya pencatutan tersebut setelah menerima Surat Peringatan (SP) 1 dari pihak bank pada 27 Maret 2023 yang ditujukan ke rumahnya. Beberapa hari kemudian, ia kembali menerima SP 2 pada 3 April 2023 dan SP 3 pada 12 April 2025, dengan isi surat yang sama.
“Puncaknya saya sangat kesal dan marah ketika surat peringatan ketiga kembali datang dengan nama dan alamat saya tercantum di sana,” ungkap LN dengan nada kecewa.
Merasa dirugikan, LN kemudian mendatangi kantor cabang bank yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa dirinya sudah resmi bercerai sejak 23 September 2021, sedangkan perjanjian kredit antara pihak bank dan J dilakukan pada 2 Februari 2022, atau setelah perceraian mereka.
“Artinya saat itu kami sudah tidak ada hubungan hukum. Seharusnya pihak bank melakukan verifikasi secara profesional dengan memeriksa langsung alamat yang digunakan,” tegasnya.
Meski telah memberikan bukti pendukung seperti akta cerai dan dokumen identitas, LN kembali menerima surat pemanggilan debitur menunggak dari pihak bank pada 1 Oktober 2025, yang lagi-lagi ditujukan ke rumahnya.
“Saya dan keluarga merasa sangat terganggu. Alamat rumah saya digunakan tanpa izin, padahal tidak ada lagi hubungan dengan yang bersangkutan. Saya berharap laporan ini segera ditindaklanjuti oleh Polres Kuningan,” ujarnya.
Kasus tersebut kini tengah dalam penanganan aparat kepolisian. LN berharap ke depan tidak ada lagi kejadian serupa yang merugikan pihak lain akibat lemahnya verifikasi administrasi oleh lembaga keuangan.

