KUNINGAN– Penyegaran di tubuh birokrasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan, khususnya pada jajaran eselon II hingga IV, pasca terpilihnya pasangan Bupati dan Wakil Bupati Dian-Tuti, dinilai sebagai hal yang wajar dan tidak dapat dihindari. Hal ini disampaikan oleh Soejarwo, seorang pengamat kebijakan publik, saat dimintai tanggapannya mengenai dinamika mutasi dan promosi jabatan yang tengah berlangsung.
Menurut Soejarwo, kebijakan promosi dan mutasi merupakan kewenangan penuh dari Bupati, tentunya setelah menerima masukan dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) selaku institusi yang menangani urusan kepegawaian.
“Harus dipahami bahwa banyak jabatan yang saat ini kosong karena ditinggal pejabatnya yang pensiun atau meninggal dunia. Maka penyegaran adalah keharusan untuk menjamin keberlangsungan pelayanan publik,” ujar Soejarwo.
Terkait adanya opini yang mewanti-wanti agar kebijakan mutasi dan promosi tidak terkontaminasi unsur politik, Soejarwo menyebut hal tersebut sulit dihindari secara total.
“Bagaimanapun, kepala daerah itu adalah hasil dari proses politik, yaitu Pilkada. Maka sulit jika ingin memisahkan 100 persen kebijakan promosi dari dinamika politik,” jelasnya.
Lebih lanjut, Soejarwo menyoroti bahwa jika memang ada dugaan keterlibatan aparatur sipil negara (ASN) dalam mendukung pasangan calon tertentu saat Pilkada, seharusnya laporan sudah disampaikan kepada Bawaslu saat proses pemilu berlangsung.
“Kalau masyarakat punya data valid tentang ASN yang terlibat dalam pemenangan, mestinya sudah dilaporkan ke Bawaslu saat Pilkada. Bukan dibahas belakangan setelah pasangan terpilih mulai menjalankan pemerintahan,” ujarnya.
Mengenai wacana interpelasi dari DPRD kepada Bupati terkait dugaan pelanggaran dalam mutasi jabatan, Soejarwo menilai hal itu bukan perkara mudah.
“Interpelasi itu ada prosedurnya dan harus berdasar. Tidak bisa hanya karena desakan opini publik tanpa data yang sahih. Butuh pembuktian dan proses politik di DPRD sendiri,” pungkasnya.
Soejarwo mengajak masyarakat untuk lebih obyektif dan melihat proses penyegaran birokrasi sebagai bagian dari dinamika pemerintahan yang sah, selama tetap berjalan dalam koridor aturan yang berlaku.

