KUNINGAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan tengah menghadapi tantangan fiskal berat setelah dana transfer dari pemerintah pusat dipangkas hingga Rp111,4 miliar. Kebijakan nasional tersebut menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya krisis keuangan daerah dan potensi gagal bayar pada tahun anggaran 2026.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuningan, Deden Kurniawan Sopandi, menjelaskan bahwa pemangkasan dana transfer ini berlaku secara nasional, namun dampaknya berbeda di tiap daerah tergantung kemampuan fiskalnya.
“Semua kabupaten/kota dan provinsi terkena pemangkasan. Provinsi Jawa Barat sendiri mencapai Rp2,4 triliun. Kabupaten Bandung paling besar sekitar Rp900 miliar, sedangkan Kuningan terkena Rp111,4 miliar. Untuk daerah dengan fiskal rendah seperti kami, ini sangat berat,” ungkap Deden.
Sebagai langkah awal, Pemkab Kuningan akan melakukan efisiensi besar-besaran di berbagai sektor, terutama pada pos belanja penyelenggaraan pemerintahan.
“Kami akan hemat di pengadaan kertas, alat tulis kantor, perjalanan dinas, hingga kegiatan rapat. Tapi kami pastikan belanja untuk pelayanan publik tetap terjaga,” tegasnya.
Deden juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan agar daerah tidak kembali mengalami gagal bayar sebagaimana pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
“Kita harus realistis. Jika efisiensi dan pengendalian kegiatan tidak dilakukan, potensi gagal bayar di 2026 bisa muncul lagi,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi dampak lebih jauh, BPKAD akan memprioritaskan program yang benar-benar penting serta menunda kegiatan yang belum mendesak. Selain itu, Pemkab Kuningan akan berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan alternatif.
“Solusinya ada tiga: fokus pada kegiatan prioritas, efisiensi berkelanjutan, dan optimalisasi PAD,” jelas Deden.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Kuningan, Sujarwo, menilai langkah efisiensi yang diambil Pemkab sudah tepat. Menurutnya, kondisi fiskal yang menantang menuntut kedisiplinan birokrasi dan keberanian mengambil keputusan yang tidak populer.
“Arahan Gubernur Jawa Barat KDM juga jelas, ‘birokrat berpuasa, rakyat berpesta’. Artinya, aparatur harus menahan diri agar masyarakat tetap mendapatkan pelayanan terbaik,” katanya.
Sujarwo menambahkan, kondisi ini seharusnya menjadi momentum bagi Pemkab Kuningan untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah.
“Sudah saatnya Kuningan tidak terlalu bergantung pada pusat. Basis PAD harus diperluas agar tidak mudah terguncang ketika transfer pusat berkurang,” ujarnya menegaskan.
Dengan pemangkasan dana pusat dan ancaman defisit yang membayangi, Pemkab Kuningan kini berpacu menjaga stabilitas keuangan daerah. Efisiensi menjadi keharusan, bukan sekadar pilihan, demi memastikan roda pemerintahan tetap berputar dan pelayanan publik bagi masyarakat tidak terganggu.

